Suku Bugis

Suku Bugis,Sejarah Suku Bugis,Bahasa Bugis,Kerajaan Bugis,Rumah Adat Bugis,Penyebaran Islam di Sulawesi,Perkawinan Adat Bugis,Bahasa Bugis

 

Foto : Lingkaran id

(Keterkaitan )

I. PENDAHULUAN

SUKU BUGIS, merupakan kelompok etnik dengan wilayahnya Sulawesi Selatan. Penciri  utama dari kelompok  etnik ini adalah bahasa dan adat- istiadat. Sejarah mencatat bahwa SUKU TAMAMBALOH , SUKU TAMAN KAPUAS, SUKU KALIS yang tergabung dalam SUKU BANUAKA’ yang mendiami wilayah perhuluan Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu adalah satu rumpun dengan SUKU BUGIS.

Sejarah awal SUKU BANGSA BUGIS tergolong kedalam SUKU- SUKU MELAYU DEUTERO. Masuk ke NUSANTARA setelah gelombang migrasi pertama dari daratan ASIA, tepatnya dari yunan.

Kata “BUGIS” diambil dari kata “TO UGI” yang berarti OANG BUGIS. Penamaan “UGI” merujuk pada RAJA PERTAMA KERAJAAN CHINA, yang terdapat di “PAMMANA” Kabupaten WAJO saat itu, yaitu  “LA SATTUMPUNGI”, Ketika rakyat SAMTUMPUNGI, menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka.

Mereka menjuluki diri mereka sebagai “TO UGI” atau orang- orang dari dan atau pengikut LA SATTUMPUNGI. LA SATTUMPUNGI adalah ayah dari ‘WE CUNDAI” yang bersaudara dengan “BATARA LATTU” ayah dari ‘SAWERIGADING”.

SAWERIGADING sendiri adalah suami dari WE CUDAI, yang melahirkan beberpa orang anak, termasuk “LA GALIGO” yang terkenal sebagai pembuat karya sastra terbesar didunia, dengan jumlah kurang- lebih 9.000 halaman folio.

SAWERIGADING OPUNNA WARE ( yang dipertuan di WARE ) adalah kisah yang tertuang dalam Karya Sastra  pertama LA GALIGO dalam tradisi masyarakat BUGIS. Kisah SAWRIGADING juga dikenal dalam tradisi  masyarakat LOWU, KAILI, GORENTALU, dan beberapa tradisi lain di SULAWASI seperti BUTON.

Dalam perkembangannya kemudian, komuditas ini berkembang dan membentuk beberapa KERAJAAN, mereka juga mengembangkan ‘KEBUDAYAAN, BAHASA, AKSARA, dan Pemerintahan mereka sendiri.

Beberapa Kerajaan BUGIS klasik antara lain “ LUWU, BONE, WAJO, SOPENG, SUPPA, SAWITTO, SIDENRENG, DAN RAPANG”.

Meski tersebar dan membentuk SUKU BUGIS, tetapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan MAKASAR dan MANDAR.

Saat ini ORANG BUGIS  tersebar dalam beberapa Kabupaten, yaitu “LUWU, BONE, SAPPENG, SIDRAP, PINRANG dan BARRU”.

Daerah peralihan antara BUGIS dan MANDAR adalah KABUPATEN PALMAS dan PINRAN. KERAJAAN LUWU adalah KERAJAAN yang dianggap tertua bersamaan dengan KERAJAAN CHINA (yang kelak akan menjadi PAMMANA), MARIO (kelak menjadi bagian SOPPENG) dan SIANG (daerah PANGKAJENE KEPULAUAN ).

 

A. KEDAULATAN DAN PERJUANGAN

Kedaulatan- kedaulatan LUWU adalah KERAJAAN TERTUA DI SULAWESI SELATAN dan merupakan asal- muasal lahirnya Kerajaan- kerajaan lain, seperti : “ KERAJAAN BONE, KERAJAAN GOA, KERAJAAN SOPPENG, KERAJAANWAJO, KERAJAAN SIDENRENG, KERAJAAN RAPANG DAN KERAJAAN MANDAR”.

Dalam aspek LA GALIGO, terdapat versi menggambarkan sebuah wilayah Pesisir dan Sungai yang didefinisikan secara samar- samar yang ekonominya berbasis pada perdagangan.

Pusat- pusat penting diwilayah ini adalah LUWU dan Kerajaan CHINO  ( baca CEENA ) tapi identik dalam pengucapan bahasa INDONESIA ke HINA, yang terletak dilembah CENRANA BAGIAN BARAT, dengan pusat Istananya didekat DUSUN SARAPAO distrik Pamanna.

Ketidak cocokan LA GALIGO dan ekonomi Politik dengan realitas Kerajaan Agraris LUWU menyebabkan Kerajaan Bugis mengajukan priodentervensi kekacauwan untuk memisahkan keduanya secara kronologis.

Penelitian arkeologis dan tekstual yang dilakukan sejak tahun 1980-an telah meruntuhkan kronologi ini. Survey dan penggalian yang ekstensif di LUWU telah mengungkapkan tidak lebih tua dari Kerajaan Agraris yang berdiri paling awal di Semenanjung Barat Daya.

Pemahaman yang baru adalah bahwa Orang Bugis yang berbicara dengan pemukiman dari lembah “CENDARANA BARAT” mulai menetap disepanjang batas pantai sekitar tahun 1300- an.

Teluk Bone bukanlah daerah yang berbahasa Bone saja, ini adalah daerah dengan beragam etnis yang sangat ragam. Orang Pamona, Pedoe, Toala, Woru, dan Orang Lemolang tinggal didataran rendah pesisr dan kaki Bukit, sedangkan Lembah dataran tinggi merupakan rumah bagi kelompok yang berbicara dengan berbagai bahasa Sulawesi Tengah dan Selatan.

Orang- orang Bugis ditemukan hampir disepanjang Pantai, yang terbukti bahwa mereka bermigrasi untuk berdagang dengan masyarakat LUWU. Sudah jelas bahwa  dari sumber Arkelogy dan tekstual  bahwa Luwu adalah kualisi Bugis dari bebagai kelompok etnis, yang dipersatukan oleh hubungan perdagangan.

Ekonomi Politik Luwu didasarkan pada peleburan biji besi yang dibawa turun- temurun melalui Pemerintahan Lemolang di Bae Bunta ke Malangke didataran Pantai Tengah. Disini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat- alat Pertanian dan diekspor kedataran rendah selatan yang memproduksi beras.

Hal ini membawa kekayaan besar, pada  abad ke – 14 Luwu menjadi entitas yang ditakuti dibagian Selatan Semenanjung Barat Daya dan Tenggara.

Penguasa Pertama yang ditakuti,  secara nyata adalah “DEWA RAJA”  (memerintah dari tahun 1495 – 1590 ). Dicertakan saat itu Sulawesi Selatan menyerang secara  agresif terhadap Negara Tetangga, WAJO dan SEGENRENG. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad ke- 16 oleh karena meningkatnya Kerajaan Agraris dari Selatan, dan kekuatan militernya ditetapkan dalam  TAWARIK BONE.

Penguasa  yang pertama dari Wilayah Sulawesi bagian Selatan yang memeluk AGAMA ISLAM menggunakan gelar “SULTA MUHAMMAD WALI MU’Z’HIR atau MUZAHIR AL DIN, beliau dimakamkan di MALANGKE dan disebut dalam kronik sebagai MATINROE RI WARING (DIA YANG TIDUR DI WARING ) bekas Pusat KERAJAAN LUWU. Guru Agamanya, Dato Sulaiman dikuburkan didekatnya.

Sekitar tahun1620 – an, Malangke ditinggalkan dan sebuah Ibukota baru didirikan disebelah barat “PALOPO”, tidak diketahui mengapa wilayah “MALANGKE” yang popolasinya mungkin mencapai 15. 000 jiwa pada abad ke- 16, tiba- tiba tinggalkan. Kemungkinan ini diakibatkan penurunan harga barang  besi dan potensi ekonomi perdagangan dengan Suku- suku dari daratan tinggi Toraja.

Pada abad ke- 19, LUWU  menjadi kerajaan kecil, JANNES BROKE yang dikemudian hari  manjadi Raja Sarawak, menuiis pada tahun 1830 – an, bahwa LUWU adalah Kerajaan Bugis tertua dan yang paling rusak, sementara PALOPE adalah kota yang paling menyedihkan, yang terdiri dari sekitar 300 rumah, tersebar dan bobrok.

Sulit dipercaya bahwa LUWU bisa menjadi Negara yang lemah, kecuali dalam keadaan peradaban asli yang sangat rendah.

Pada tahun 1960- an, LUWU menjadi wilayah focus pemberotakan DI/TII yang dipimpin oleh KAHAR MEZAKAR. Dewasa ini, wilayah bekar Kerajaan adalah Rumah bagi tambang Nikel terbesar didunia, dan mengalami ledakan ekonomi yang didorong oleh migrasi kedalam, namun masih memiliki sebagian besar admosfer perbatasan aslinya.


B. KERAJAAN- KERAJAAN BUGIS

1.    KERAJAAN BONE

2.    KERAJAAN MAKASAR.

3.    KERAJAAN SOPENG.

4.    KERAJAAN WOJO.

Konplik antar Kerajaan pada abad ke- 15, ketika KERAJAAN GOA dan KERAJAAN BONE mulai menguat, dan SOPENG dan WAJO mulai muncul, inilah yang menjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi ekonomi dan politik antar Kerajaan.

 

II. PENYEBARAN ISLAM

Pada abad ke- 17, datanglah Penyiar AGAMA ISLAM dari MINANGKABAU atas perintah SULTAN ISKANDAR MUDA dari Aceh,  Mereka adalah ABDUL MAKMUR ( DATOK RI BANDANG ) yang mengislamkan GOA dan TALLO, SULAIMAN (DATOK PATIMANG) menyebarkan AGAMA ISLAM di LUWU dan NURDIN ARIYANI ( DATOK II TIRO )yang menyebarkan ISLAM di BULUKUMBA.

KOLONIALISME BELANDA, pada pertengahan abad ke – 17, terjadi persaingan yang tajam antara GOA dan VOC hingga terjadi beberapa kali pertempuran.

Sementara  “ARUMPONE” ditahan di GOA dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin oleh  LA TANRI TATTA DAENG SERANG ARUNG PALAKA, ARUNG PALA didukung oleh TARUTEA Kerajaan Kecil   MAKASAR yang berkianat pada Kerajaan  Goa.

Sementara SULTAN HASANUDDIN didukung oleh menantunya LA TENRI LAI TOSENGNGENG dan DATU LUWU, perang yang dahsyat mengakibatkan banyak memakan korban dipihak GOA dan sekutunya.

Kekalahan ini mengakibatkan ditandaa tangani  “PERJANJIAN BOUGAYA” yang merugikan KERAJAAN GOA.

Pada tahun 1905 – 1906 setelah perlawanan SULTAN HUSAIN KAROENG LEMBANG PARANG dan LA PAWEWOI KARAENG SEGERI ARUMPONE dipadamkan, maka masyarakat Makasar dan Bugis baru bisa betul- betul ditaklukan oleh Belanda.

Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda “KORTE VWKLARING “ yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan Raja sebagai Pemulihan kondisi Kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan.

Kerajaan tidak betul- betul berdaulat, tetapi perpanjangan tangan kekuasaan Pemerintah Kolonial BELANDA, sampai muncul JEPANG menggeser BELANDA hingga berdiri  NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

Pada masa kemerdekaan, para  RAJA- RAJA di NUSANTARA mendapa desakan Pemeritah ORDE LAMA ( SOEKARNO ) untuk membubarkan diri dan melebur kepada NKRI.

Pada tahun 1950 – 1960 –an, SULAWESI disibukan dengan pemberontakan, sehingga bangak BUGIS meninggalkan Kampung- halamannya dan merantau.

Budaya FERIFERI seperti budaya di Sulawasi zaman ORDE BRU benar- benar terpinggirkan, sekarang Generasi Muda Bugis dan Makasar benar- benar mengkonsumsi budaya  ”MATERIAL” sebagi akibat modernisasi, kehilangan “JATI DIRI  akibat pola pendidikan ORDE BARU.

 

III. KEPERCAYAAN

Sekarang Orang Bugis kebanyakan memeluk Agama Islam, sebagian kecil menganut  kepercayaan Tradisional “TOLOTANG”, sekitar 15.000 jiwa tinggal diwilayah  SIDENRENG RAPPANG.

Sebelunm menganut AGAMA ISLAM, telah ada sebagian masayarakat yang menganut AGAMA KRISTEN pada abad ke- 16 yang dibawa oleh PORTUGIS, sekarang masih ada didaerah SOPPENG sekitar 15.000 – an jiwa. Pada abad ke- 17 penyebaran  ISLAM Pendakwah dari Tanah Melayu dan Minangkabau yang mengakibatkan banyak orang yang menganut AGAMA KRISTEN dan TOLOTANG masuk ISLAM.

 

IV. MATA PENCAHARIAN

Karena Masyarakat  Bugis tersebar didataran yang rendah dan subur dipesisr, maka kebanyakan dari meraka hidup sebagai Petani dan Nelayan.

Mata pencaharian lain yang diminati oleh Orang Bugis adalah Bedagang, selain itu zaman sekarang banyak orang Bugis mengisi Birokrasi/politik dan mengisi birokrasi dan Pendidikan.

 

V. PERAMPOK

Ada pemeo yang berpendapat, bahwa Orang Bugis identic dengan dunia perompak. Sejak “PERJANIAN BONGAYA” yang menyebabkan jatuhnya “MAKASAR” ketangan KOLONIAL BELANDA, Orang- orang Bugis dianggap sebagai Pemerintah Belanda, yang berpusat di Batavia – Jakarta.

ARUNG PALAKA, asal Bone berjasa besar kepada  BELANDA, sehingga diperolehnya kebebasan yang lebih besar, seingga  ARUNG PALAKA bisa mengembangkan diri ditengah- tengah Masyarakat Bugis.

Namun sebagai Suku Bugis yang keras dan tidak mau mengikuti aturan, kebebasan itu tentu disalah gunakan  Orang Bugis, lalu menjadi perompak, yang menjadi penggangu jalur niaga Nusantara bagian Timur dan selanjutnya seluruh Nusantara.

Mereka bercokol di Samarinda, menolong Sultan- Sultan Kalimantan dipantai Barat dalam perang- perang internal mereka. Perompak- perompak ini menyusup ke KESULTANAN JOHOR dan mengancam BELANDA dibenteng MALAKA.

Hingga masa modern/ sekarang ini PEROMPAK- PEROMPAK BUGIS masih tetap ada dan menjadi momok yang menakutkan diseluruh perairan Indonesia.

 

VI. SERDADU BAYARAN

Selain sebagai perompak, karena jiwa kerasnya dan sifat haus membunuh ORANG- ORANG BUGIS terkenal sebagai serdadu bayaran  pada zaman HINDIA BELANDA.

ORANG- ORANG BUGIS sebelum kompleks terbuka dengan BELANDA, mereka salah satu serdadu BELANDA, yakni saat pengejaran TRONOJOYO di JAWA TIMUR, penaklukan Pedalaman MINANGKABAU melawan PERANG PADERI, membantu ORANG EROPA melawan  A YATHAYA di THAILAND.

ORANG- ORANG BUGIS juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran KESULTANAN JOHOR, ketika terjadi perebutan kekuasaan melawan para pengelana MINANGKABAU pimpinan RAJA KECIL.

 

VII. PERKAWINAN

ORANG BUGIS, memandang Perkawinan, sebagi upacara adat yang bertujuan untuk menyatukan hubungan kekeluargaan besar menjadi semakin erat.

Perkawinan tidak dianggap sebatas menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami – istri, melainkan mendekatkan hubungan keluarga yang sudah jauh.

Pemandangan ini membuat Orang Bugis memiliki perkawinan antar Keluarga dekat, karena mereka sudah saling mengenal sebelumnya.

 

VIII. BUDAYA

LOTERA adalah sebagai sumber tulisan yang berkaitan dengan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya.

Orang Bugis menggunakan LONERA sebagai alat untuk menyampaikan cara berpikir dan pengalaman masa lalu masyarakatnya.

LONTERA juga dijadikan sebagai symbol budaya SUKU BUGIS, yang diwariskan dari jaman Nenek- moyang, masyarakat masa lalu  kepada Masyarakat terkini/ sekarang.

 

IX. TEMPAT TINGGAL

RUMAH BUGIS dibedakan menjadi “SSAOROJA” dan ‘BOLA”, perbedaan ini terletak pada symbol- symbol tertentu didalam arsitekturnya.

SAOROJA berukuran besar, yang ditempati olek Keturunan Raja atau Kaum BANGSAWAN. Sedangkan “BOLA” adalah Rumah Biasa yang menjadi tempat tinggal bagi rakyat biasa.

SOAROJA memiliki 40 sampai 48 tiang sehingga berukuran besar, sedangkan BOLA hanya memiliki 20 sampai 30  tiang sehingga berukuran kecil.

Perbedaan status sosial dapaT diketahui melalui bentuk tutup bumbungan atap rumah, yang disebut “TIMPAKLAJA”, yang bertingkat- tingkat, antara 3 sampai dengan 5 tingkatan adalah Rumah bagi Keturunan Raja atau Bangsawan , yang adalah Rumah pada “SOARAJA”, sementara pada Bangunan “BOLA” tidak bertingkat. Semakin banyak tingkatan TAMPAK LAJA semakin tinggi pula status sosialnya.


X. PUGIS PERANTAUAN

Orang Bugis melakukan perantauan atau berpindah kewilayah Nusantara secara besar- besaran sejak abad ke- 17 Masehi.  Koloni- koluni Suku Bugis dapat ditemukan di Kalimantan Timur, Kalimatan Barat  (Pontianak,Mempawah), Suku Bugis juga menyebar ke Negara Tetangga seperti Johor dan Semenanjung Melayu.

Kepiawaian Orang Bugis dalam mengarungi “SAMUDRA” cukup dikenal luas, dan wilayah Perantauan mereka hingga Malaysia, Fipina, Brunei, Thailand, Madagaskar, dan Afrika Selatan.

Bahkan dipinggir Kota CAPE TOWN diprediksi adala Keturunan Bugis,  Oleh karena itulah, daerah- daerah yang ditempati Suku Bugis ini, dapat dijumpai  MUSHAF QURAN KUNO, sepertai didaerah BIMA, SUMBAWA dan BALI. Bahkan QURAN dari Suku- Suku Bugispun pernah dijumpai di Riau.

 

XI. PENYEBAB MERANTAU

Konfik antar Kerajaan Bugus dan Makasar serta konflik sesama Kerajaan Bugis pada abad ke- 16, 17, 18 dan 19 menyebabkan tidak tenang di daerah SULAWESI  SELATAN.  Hal ini menyebabkan banyaknya Orang Bugis berimigrasi, terutama kedaerah pesisir.

Selain itu, budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan, sebab kebahagiaan bagi Suku Bangsa Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan. Daerah- daerah Nusantara yang menjadi tempat Orang Bugis merantau, diantaranya : “BUGIS DI KALIMANTAN TIMUR, BUGIS DI KALIMATAN BARAT, BUGIS DI JAMBI , BUGIS DI SUMATRA, BUGIS DI SEMENANJUNG MALAKA ( MALAYSIA)”.

LihatTutupKomentar