Suku Dayak Suruk
Foto : Victory News |
Penulis belum mendapat informasi seutuhnya mengenai asal- ususl DAYAK SURUK, namun demikian penulis mencoba mengulas seperlunya.
I.UMUM
FRANSISKUS DIAAN, Bupati
Kabupaten Kaluas Hulu, Kalimantan Barat, dalam rangka membuka secara resmi acara ”GAWAK BAGUGO’ “ ke- VII, SUKU
DAYAK SURUK, Desa Tekalong Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu, tanggal 25 Mei 2022,
yang mengangkat thema “MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI BUDAYA ADAT DAN TRADISI DAYAK
SURUK DI ERA DIGITAL DAN PERKEMBANGAN JAMAN SAAT INI”, yang bertujuan untuk
melestarikan budaya ditengan gejolak masyarakat kita, yang hidup dengan
berbagai perubahan budaya yang sangat besar, kata Bupati Kapuas Hulu ( Sumber :
Kapuashulukab, go. Id 27 Mei 2022 )
A. DONGENG MENIBULKAN SEJARAH
SUKU DAYAK SURUK,
diceritakan sekitar ratusan tahun yang lalu, turunlah seorang laki- laki dari
Kayangan yang bernama BAMBANG GINTANG,
yang memperistrikan NENEK SUANGAN
dari Bumi, tepatnya sekarang di Nanga
Busang Kalimantan Tengah.
Mereka mempunyai
tiga orang anak laki- laki, yaitu “MAjANG,
BAWAN, dan MANDAI, sementara yang
satu tidak diketahui”. Diceritakan bahwa
Mandang Bintang atau Mapang Bitang memiliki ipar bernama Nenek Badnai,
selama dibumi ia memperistri Nenek Siangian/ Suangian.
Kelak kemudian
Bambang Bintang melakukan aktivitas seperti manusia di Bumi, seperti Berladang,
berburu dal lain lain- lain.
Pada suatu
ketika orang- orang Busang ini melakukan Gawai Dayak ( adat sesudah panen ),
saat itu mertua dari Kakek Bambang BItang memintanya untuk menari, akan tetapi
dia menolak untuk menari, karena terus dipaksa atau didesak oleh Mertuanya
akhirnya Kakek Bambang Bintang pun
menurut juga lantas menari, pada waktu
menari Istri dan adik Iparnya juga ikut menari, mengelilingi Panggung
Sesajen yang ada, mereka selalu terangkat sedikit demi sedikit, semakin tinggi dan mereka terus menari tanpa
henti, mereka terangkat sejajar dengan pohon Kelapa (Pepohonan).
Pada saat sudah
tinggi, Kakek Bambang Bintang berpesan
kepada mertuanya, supaya menyangkutkan tabung buluh ( Tamalangan ) miliknya
pada pohon durian, Langsat, Rambutan dan sejenis buah- buahan lainnya.
Akan tetapi, apa
yang dipesankan oleh Kakek Mambang Bintang tidak dituruti oleh Mertuanya ,
karena hasutan dari seorang Perempuan, akhirnya mereka menyangkutkan TABUNG BULUH (TAMBAHAN ) dipohon Kayu
Ara, dan hal inilah yang membuat Pohon Kayu Ara berbuah sepanjang tahun.
Kakek Mambang
Bintang, Istri dan adik Iparnya terus menari dan terakhir ia berpesan kepada semua yang menghadiri Gawai tersebut,
supaya apa bila mereka ingin menugal atau melabuhkan Benih Padi ketanah, mereka
harus melihat Bintang Tiga terlebih dahulu, apa bila bintang tiga terang sampai
menyambut pagi, itu artinya sudah waktunya bagi mereka untuk melabuhkan Benih.
Setelah lama
menari, mereka bertiga semakin tinggi dan tidak terlihat dan pada akhirnya
mereka menjadi Bintang, yang sekarang disebu BINTANG TIGA.
Bintang- bintang
itulah yang disebut Orang DAYAK SURUK
(SUB SUKU DAYAK SURUK BUSANG ) sebagai Bintang Tiga dan selalu dijadikan
pedoman atau panduan dalam BERLADANG terutama dalam hal menurunkan (
ngelabuhkan ) benih Padi ketanah – Ladang.
Setalah lama
berlalu, keturunan Kakek Mambang Bintang, yaitu “KAKEK MAJANG, KAKEK BAWAN, DAN
KAKEK MANDAI” memutuskan untuk merantau kedaerah Barat Kalimantan.
Merekapun tiba disebuah Sungai, karena yang menemukannya pertama kali adalah KAKEK MAJANG, maka Sungai tersebut
dinamakan SUNGAI MAJANG.
Mereka melihat
daerah iu sangat pontisial, dan memiliki banyak kekayaan untuk menunjang
keberlangsungan hidup mereka . Setelah beberapa hari disitu, mereka berdua
kembali ke Nanga Busang untuk mengajak istri dan anak- anaknya serta sepupunya
dan sipapun yang mau ikut mereka berpindah ke SUNGAI MAJANG.
Waktu demi
waktu, setelah sekian lama mereka lalui ditempat tersebut, sehingga jumlah
merekapun bertambah banyak, lalu pada akhirnya KAKEK BAWAN berdiskusi
dengan KAKEK MAJANG, ia ingin
mencoba mencari tempat baru, dan KAKEK
MAJANG menyetujuinya.
Berangkatlah KAKEK BAWAN menelusuri Sungai Majang
kedaerah hilir, tiba disebuah Sungai yang kini disebut Sunga Bawan, karena yang
menemukannya adalah KAKEK BAWAN.
Potensi Sungai Bawan juga subur makmur.
Dan bagi yang memilih Sungai Mandai, dipimpin oleh KAKEK MANDAI.
Sampai terjadi
perang, antar Suku, saat itu awal penjajah Belanda, perkampungan yang dipimpin
oleh KAKEK BAWAN maupun yang
dipimpin oleh KAKEK MAJANG luluh-
lantak diserang musuh, sehingga mereka harus melarikan diri, mereka yang
tinggal di Majang mlarikan diri ke Sungai
Suruk dan Sungai Mentebah,
sementara yang mengikuti KAKEK
BAWAN melarikan diri kehulu Sungai Kalis.
B.SEJARAH DAN BUDAYA
Suku DAYAK SURUK adalah salah- satu SUKU DAYAK yang menghuni pedalaman KALIMANTAN
BARAT, kemungkinan masuk RUMPUN OUT DANAM atau mungkin masuk RUMPUN BANUAKA’.
Dalam peradaban
Nenek- moyang SUKU DAYAK SURU’
terdahulu sebagai Keluarga memaden, bertani berpindah- pindah dan pemburu yang
ulung. Kehidupan mereka edentik dengan Alam; sehingga masyarakat DAYAK SURUK Zaman Nomaden hampir
seluruh hidupnya bergantung dengan alam dimana mereka tinggal . Sebagai contoh :” Kebutuhan pokok ( padi ) dihasilkan dari
Ladang, dan kebun tanpa menggunakan Pupuk Kimia dan Herbisida; sementara lauk-
pauk didapat langsung dari hasil buruan dihutan, dengan menggunakan alat
tradisional, sehingga keseimbangan dan kelestarian tetap terjaga”.
Menurut cerita
dari mulut kemulut, bahwa DAYAK SURUK
adalah keturunan dari seorang laki- laki dari Kayangan yang bernama KAKEK MAMBANG BITANG yang
memperistrikan NENEK SUANGAN dair
Bumi, tepatnya berada di Nanga Busang
Kalimantan Tengah ( ???!!!).
Sekitar tahun
1930 –an, Dilang sudah menempati wilayah
Sepan – Padang. Penduduk pada saat itu sering berpindah- pindah. Wilayah
Sepan dipimpin oleh Kepala Kampung Pertama yaitu MA’AS, sedangkan Wilayah Padang Kepala Kampung Pertamanya adalah LAYAU.
Mereka berdua
ini adalah orang nomor dua dari MOYANG
DILANG. Keadaan pada masa itu memang sering terjadi perselisihan antar Suku
yang disebut PENGAYAUAN ( PENGAL KEPALA
– MEMBUNUH ).
Oleh karena itu ORANG SURUK ini mencari tempat yang
aman dari serangan Musuh, mereka bersmbunyi di GOA
LIANG LUNGUUN atas perintah Pimpinan MOYANG
DILANG, namun karena kesulitan mendapatkan makanan sehingga banyak yang
meninggal karena “LAPE” ( Kelaparan
).
Lalu MOYANG DILANG minta bantuan kepada SINGA LAYANG (Orang Kuat ) yang
merupakan Pemimpin SUKU SURUK yang
berada di Sungai Suruk, agar membunuh musuh yang datang Kesungai Garis Tawang
(Sungai Kalis – sekarang), mereka bertem di Liang Lunguun.
Saat situasi
dirasakan sudah aman, mereka melakukan aktivitas, seperti Behuma ( Beladang )
dan mencari Lauk- pauk.
Bukti sejarah,
yang masih ada dari dahulu dan dapat dilihat sampai sekarang yaitu “ TEEH MAA’S, MPATUNG MAA’S, KELOKAK (TEMBAWANG), KELAMBU (KUBURAN ) SUNGAI BULUH,
KELOKAK SEPAN, KELOKAK PADANG”. Dan masyarakat DAYAK
SURUK yang dahulunya bermukim di Sungai Suruk, adalah pindahan dari Keloka Sepan dan Keloka Padang.
Sedangkan
Masyarakat DAYAK SURUK yang
dahulunya bermukim di Sungai Denda,
dalam jangka waktu yang tidak diketahui,
yang mana setelah itu ada sebagian di Sungai
Denda pidah ke Tanjung Mpakan ( Empakan
), yang selanjurnya mereka berpindah ke
Sungai Bouk ( Baberuk ), Nanga
Bahenap, Sungai Bebuluh, Sepan,
Padang, dan Kendaulan ( saat berada
di Kensuray ).
Hingga saat ini
masih terdapat bekas pemukiman dengan ditandai adanya peninggalan seperti Teeh
( di Sungai Buluh – di Sepan, di Boak ), Mpatung di Nanga Sungai Piyui
namun sudah tumbang, sementara di Sepan masih ada.
C. SEJARAH PEMERINTAHAN TERBENTUK
Sebagai UNDERSTRIDZ atau KEPALA KAMPUNG yang berlangsung sampai 1988, kemudian sistem
Pemerintahan Indonesia Mereka diganti
menjadi Kapala Desa.
Sebelum dibentuk
menjadi satu Desa, DESA BAHENAAP
terbagi menjadi empat Kampung, yaitu “KAMPUNG
BOUK/BABERUK, KAMPUNG NANGA BAHENAP, KAMUNG SEPAN, DAN KAMPUNG PADANG”
Sekitar tahun
1970-an, KAMPUNG SEPAN DAN KAMUNG PADANG
bergabung menjadi satu, yang sekarang disebut KAMPUNG SEPAN PADANG, dari stiap Kampung tersebut memiliki masing-
masing Pimpinan Kam[ung, yang disebut KEPALA
KAMPUNG.
D. PERISTIWA TIANG PERDAMAIAN
( BATEMU BUNUH )
Situasi saat itu
sudah begitu aman, kelompok- kelompok sudah tidak mengayau lagi, sehingga
masyarakat merasa tenang dan aman, JUGAH
mengumpulkankan semua kaum kerabat untuk meyakinkan diri bahwa ia ( JUGAH ) dapat
dan mampu membawa sebuah perdamaian bahwa BANGSA
INDONESIA sudah merdeka, demimikian
kita “SUKU SURUK” juga sudah
merdeka.
Selanjutnya JUGAH,
sekali lagi mengumpulkan kaum kerabatnya, guna untuk menyampaikan bahwa “BATEMU BUNUH” itu dilaksanakan pada
saat BAHUM, dalam artian bukan
secara kekerasan, tetapi dengan cara “ADAT-
ISTIADAT” SUKU DAYAK SURUK
dilaksanakan di Sarai Panco Buluh dan
Tanjung Binto, perbatasan antara Desa Kensuray dan Desa Bahenaap, yaitu “DILAKUKAN ACARA ADAT YANG MANA KEDUA BELAH
PIHAK DUEL MEMINUM BRAM” serta mengundang beberapa Suku untuk acara adat
makan minum, untuk menandakan kesepakatan perdamaian antar dua suku.
II. ETIMOLOGI
Kata SURUK atau SURU’, yang dilafalkan bahasa DAYAK
SURUK atau SURU’ sehari- hari
adalah “SUYUK’/ SUYU” mengacu kepada
nama Sungai yang mengalir dari perbukitan “MAINUNG”
atau BUKIT MAUNG anak Sungai Bunut dan bermuara di Sungai Kapuas.
Sehingga
kemungkinan NAMA SURUK inilah yang
menunjukkan kepada masyarakat DAYAK yang
menghuni pesisIr Sungai ini dari
perhuluan sampai muara.
III. BAHASA
DAYAK SURUK, terdiri dara
satu bahasa, yaitu yang disebut BAHASA DAYAK SURUK atau BAHASA SURU’, namun lafal dan intonasinya yang berbeda- beda, seperti :” SURUK MENTEBAH, SURUK KALIS, SURUK
PENIUNG dan lain sebaaagainya”.
Walau demikian, DAYAK SURUK tidah hanya mendiami
sekitar Sungai Suruk, akan tetapi terpencar keberbagai daerah lain, seperti : “ MENTEBAH, KALIS, MANDAY DAN DAERAH
LAINNYA DI KABUPATEN KAPUAS HULU”.
IV. LETAK GEOGRAFI
Popolasi Penduduk
DAYAK SURUK terbanyak berada
dibeberapa Kecamatan, seperti Kecamtan Bunut Hulu, Kecamatan Mentebah,
Kecamatan Kalis, Kecamatan Manday Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat Berada pada titik “AS” atau
JANTUNG PULAU KALIMATAN.
V. ADAT DAN BUDAYA
A. ADAT DAN HUKUM ADAT
Aturan Adat yang
berkaitan dengan pengelola wilayah dan Sumber Daya Alam, antara lain yang
mengatur masalah pertanahan, pertanian, perkebunan, perikanan, Hewan Langka,
termasuk pernak- perniknya, adalah sebagai berikut :
1. ATURAN ADAT TERKAIT PRANATA
SOSIAL;
b. Adat- Istiadat Kelahiran.
c. Adat- Istiadat Kematian.
d. Adat – Istiadat warisaan
Bergerak dan tidak bergerak.
e. Adat- Istiadat memelihara
hewan Piaraaan – Ternak.
f. Adat- Istiadat Pengujian
dan Penyelesaian Masalah.
g. Adat – Istiadat Pengobatan
Orang Sakit.
h. Adat- Istiadat Begugo’ (
Gawai ).
i. Adat- Istiadat Tradisi Seni
dan Budaya.
B. HAK ATAS TANAH DAN
PANGELOLAANNYA
1. IMBAK
IMBAK merupakan wilayah
Hutan Lindung Masyarakat, tetapi masih boleh digunakan atau dimanfaatkan untuk mencari bahan kayu/ Bangunan, Rotan,
Kulit Kayu, Damar, berburu dan kebutuhan lainnya. Namun areal Hutan ini masih
banyak yang belum oleh Masyarakat, dan beberapa tempat tertentu diyakini
merupakan tempat Keramat bernaongnya Roh- Roh para Leluhur, oleh Karena itu
disebut “IMBAK PUNGKAN”.
2. HUMA
HUMA, merupakan areal
Pertanian LADANG KERING yang ditanami komuditas seperti Padi, sayur dan
lainnya, Kepemilikan areal Ladang ini secara
Pribadi oleh satu Keluarga yang pertama kali membuka lahan, dan dapat diwariskan pada
keturunannya.
Hal kepemilikan Ladang dapat diperjual belikan, atau sewa/ Pinjam, atas kesepakatan kedua belah- pihak.
HUMA dapat dibagi menjadi 5 ( Lima), yaitu :
a. PANGAENG TUHA
PANGAENG TUHA, adalah
areal Ladang yang sudah ditinggalkan dalam jangka waktu sangat lama, sekitar 30
( Tiiga puluh ) tahun.
b. PANGAENG MUDA
PANGAEN TUHA, adalah areal Ladang yang sudah ditinggalkan 10 (Sepuluh) sampai 15
( Lima Belas ) tahun.
c. BABAS MUDAK
BABAS MUDAK, adalah areal
bekar ladang yang digunakan tahun sebelumnya. Di HUMA terdapat juga EAMPAK/
RAMPA’ yang merupakan areal Pertanian Basah atau Sawah yang memiliki Sumber
Air Alamai, biasanya Masyarakat menanam Padi Lokal.
d. KEBUN
KEBUN, merupakan lahan
bekas ladang Masyarakat, yang kemudian ditanam Karet, durian dan tanaman buah-
buahan lainnya.
e. KAMPUNG
KAMPUNG, adalah areal
Pemukiman DAYAK SUUYUK, umumnya
mereka tinggal dirumah individual, namun ada juga Masyarakat yang membangun “BANSAN “ , yaitu Rumah yang berbentuk
panjang, yang biasa dibangun dilokasi PERLADANGAN” dan “diperkampungan”. BANSAN
dapat juga ditempati oleh keluarga dekat atau orang lain.
f. KELEKA
KELAKA, meruakan areal
bekas Pemukiman, dengan kepemiliki secara garis keturunan keluarga, biasanya
areal ini juga digunakan untuk menanam berbagai jenis buah- buahan, seperti
“Durian, Tengkawang, Rambai dan lain- lain”.
g. KELAMBU
KELAMBU, merupakan
areal perkuburan Tua para Leluhur. Areal
ini buiasanya tidak bisa digarap dan
tidak boleh diganggu.