Adat Mewarnai Kehidupan

Adat Kayan,Mamat,Legenda Dayak Kenyah,Belawing,Pedahu,Datah Dian,Sungai Mendalam,Malaysia,Sarawk

I. ADAT- ISTIADAT, BUDAYA MEWARNAI KEHIDUPAN

Dua seri virtual “ EVENT VISIT KALIMANTAN TIMUR FEST 2020” telah sukses mengakhiri keindahan dan kekayaan alam serta budaya yang ada di “PENAJAM PASER UTARA” kedepan diyakini hal tersebut dapat menjadi peluang besar untuk menunjang sektor “PARIWISATA” di IKN (IBU KOTA NUSANTARA).


Seri ke tiga ini, VISIT KALIMANTAN TIMUR (VKF) 2020 MENGHADIRKAN “SEJARAH, SENI DAN BUDAYA”, Adat- istiadat hingga perkembangan “MASYARAKAT SUKU KAYAN”.

Pasalnya jika berbincang mengenai SUKU DAYAK KUTAI TIMUR, maka yang pertama terlintas dibenak adalah DAYAK WENA sebagai Suku Asli yang berada di Kabupaten tersebut.

Namun jika diambil menganai SUKU BANGSA DAYAK LAINNYA pun memberi warna tersendiri, salah satu diantaranya adalah DESA MIAU BARU Kecamatan KONGBENG, yang penduduknya sebagian besar adalah SUKU KAYAN.

Tema dari perhelatan ini adalah “ EKOTIKA KAYAN DI MIAU BARU” yang menyajikan keharmonisan MASYARAKAT SUKU KAYAN dengan semua keelokan ALAM yang tetap terjaga, serta ingin menunjukan kepada masyarakat umumnya, bagaimana dizaman yang tergerus dengan kebudayaan dari luar menjadikan MASYARAKAT KAYAN meninggalkan budaya dan kerifan lokal warisan leluhur.

 

II. MAMAT, LEGENDA DAN KENYATAAN YANG MASIH TERSISA

MAMAT adalah sebuah Upacara besar dan sakrar bagi SUKU DAYAK KENYAH – KAYAN zaman dahulu, sebagai wujud rasa syukur kepada SANG PENCIPTA, atas kemenangan yang diraih dalam medan peperangan – AYAU KONG. MAMAT disebut dalam bahasa kiasan PUHEQ (PENYUCIAN ).

Biasanya upacara MAMAT dilaksanakan satu sampai enam hari, sesuai situasi dan kondisi saat itu, oleh semua kaum laki- laki yang dibanru oleh dua orang anak Perempuan atau gadis yang masih suci diri (belum haid ) dengan tugas yang berbeda.

Upacara MAMAT adalah sebuah penyembahan oleh kaum laki- laki untuk memohon keselamatan, kemenangan dan penyucian diri, pengampunan dosa dan keberanian kepada SANG PENIPTA, yang mereka percaya saat itu.

Upacara MAMAT, dilaksanakan dibawah BELAWING ( Tugu berhala yang menggunakan darah binatang (Babi ) yang dipersembahkan kepada DEWA.

Setelah prosesi selesai dibawah BELAWING para kaum laki- laki pulang kerumah dan ditungu seorang gadis suci yang serta mengoleskan darah binatang tadi dangan kanan setiap laki- laki tersebut.

Sebagai rangkaian upacara MAMAT dilaksanakan PALUBIT BATU TUTUI atau MENGGULINGKAN BATU TUTUI diberanda RUMAH PANJANG dengan maksud menangkal hal- hal yang jahat.

Selanjutnya dilaksanakan rangkaian PROSESI PUNAN BAWE (BEREBUT KEBAIAKAN DAN KEAMANAN) umum dipercaya setiap laki- laki yang berhasil mendapatkan BAWE memiliki kebaikan dan keruntungan.

Prosesi selanjutnya adalah “PEDAHU” adalah sebuah acara yang dilakukan pada malam hari sebagai acara ramah- tamah bagi masyarakat umum maupun bagi masyarakat yang memiliki “Roh- rah penjaga masyarakat (un bali ) yang diisi dengan tari- tarian, dimana awalnya masyarakat umum menampilkan tariannya, tetapi menjelang tengah malam maka akan dtampilkan terian oleh oknum- oknum yang memiliki roh- roh “.

Mereka tampil dengan gemetraran, lalu mengacungkan parang kearah atas menampilkan dan memanggil sesuatu.

 

III. PERTEMUAN DIDESA DATAH DIAN

Balai Besar Taman Nasional Betung Karihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS )telah mempasilitasi kunjungan dari “Taman Nasional Kayan Mentarang” bersama Kepala Desa Data Dian beserta staf jajarannya dari Malinau Kalimantan Utara, terkait Adat dan Budaya SUKU DAYAK KAYAN di RUMAH ADAT PAGU DESA DATAH DIAAN KECAMATAN PUTUSSIBAU KABUPATEN KAPUAS HULU PROPINSINSI KALIMANTAN BARAT. (Sumber : KSDAE, DIREKTORAT KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM, tanggal 11 Oktober 2019).

SUKU DAYAK KAYAN merupapan satu dari 151 Sub SUKU DAYAK di KALIMANTAN BARAT (Lung 2011:3) yang mendiami Sungai Mendalam Kecamatan Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat.

Dikatakan, SUKU DAYAK KAYAN merupakan Masyarakat yang kehidupannya relatif dengan adat- istiadat.

Ada hal unik dan menarik terkait kunjungan tersebut, karena nama Desa yang ada disalah satu desa penyangga dikedua wilayah sama- sama DESA DATAH DIAN, yang dihuni Suku yang sama pula, inilah alasan mereka dipertemukan, yang diwakili oleh KEPALA DESA KEDUA DESA DATAH DIAN dari SUNGAI MENDALAM dan dari MALINAU.

SUKU DAYAK KAYAN dari SUNGAI MENDALAM – PUTUSIBAU terdiri dari tiga Sub Suku, yaitu “KAYAAN UMA’ PAGUNG, KAYAAN UMA’ SULING, KAAYAN UMA’ AGING”.

Meskipun sama- sama SUKU KAYAN, tetapi babahasanyapun agak sedikit berbeda, namun tidak menyulitkan mereka untuk berkomunikasi, sebab mereka saling memahami. Mereka saling bercengkrama dan bercerita tentang Nenak- moyang dan keturunan keluarga mereka .

Salah =- satu hal yang unik dan menarik untuk diceritakan, yakni mengenai terpisahnya rombongan perahu, yang mengakibatkan SUKU DAYAK KAYAN ada yang tinggal di Sungai MENDALAM daN ada yang tinggal di SARAWAK- MALAYSIA.

Mereka bercerita, karena ada suara Anjing menggonggong, yang dimana salah satu rombongan memberikan petunjuk dengan lantang dan berkata “PAYAU” dalam bahasa KAYAN berarti “RUSA”, namun pendengaran rombongan yang lain “AYAU”, dalam bahasa KAYAN berarti “MUSUH”, dengan demikian jembatan yang ada disana diputuskan, sehingga rombongan mereka akhirnya terpisah; ada yang ke SARAWAK MALAYSIA dan ada yang ke MENDALAM – INDINESIA.

Cerita tersebut sejalan dengan pendapat yang lain, bahwa perjalanan SUKU DAYAK KAYAN terjadi tiga gelombang, yaitu : ( seperti telah diuraikan diatas …)

 

1. Gelombang pertama: Abad ke- 13, APO DUAT, MAT MURUT, DAN MARAM SUNGAI.

2. Gelombabng ke-dua: Abad ke-16 sampai dengan ke 18, yaitu APAU KAYAN, KAYAN RIVER DAN BAHAU SUNGAI.

3. Gelombang ke- tiga, abad ke 18 sampai ke 20, MELINAU, SESAYAP, SEGAH, KELINJAU, TELEN, WEHEA, BELAYAN, SUNGAI MENDALAM DAN SUNGAI MAHAKAM.

4. Beberapa ke SARAWAK – MALAYSIA, daerah BALUI, TINJAI, BARAM, DAN SUNGAI BALEH.

LihatTutupKomentar